alam yang
dingin, dunia yang sepi. Hanya ditemani sesosok makhluk yang selalu ada untuk
menemaniku tanpa bicara. Ya! Komputerku
yang selalu bersamaku melewati waktu. .. memang hanya benda mati yang tak bisa
menjadi teman bicara, tapi bisa menjadi tempat untuk menumpahkan segala
kemarahan, kebahagiaan, kekecewaan dan segala yang ku rasa melalui tulisanku
tanpa ada protes apalagi ocehan yang mengganggu. Malam ini seperti malam biasanya, hmmmm...
sibuk dengan setumpuk tugas yang harus ku kerjakan. Kuliah sudah wisuda, tapi
masih berkutat dengan skripsi. Skripsi orang yang aku kerjakan untuk mengisi
waktu luang di saat ku belum mendapatkan pekerjaan.
***
Hingga
pagipun tiba, suara adzan subuh berkumandang membangunkanku dari tidur lelapku.
“Alhamdulillahilladzi ahyana ba’dama amatana wa ilaihi nusyur..” Harus ku
jalani hari ini. Akankah lebih baik dari hari kemarin. Ataukah tidak jauh
berbeda dengan hari kemarin. Entahlah..
Sudah
cukup lama setelah wisuda jadi sarjana ekonomi aku belum mendapatkan pekerjaan
yang sesuai dengan yang ku harapkan. Rasa – rasanya usaha sudah maksimal, tapi
kok belum ada saja pekerjaan yang layak
ku dapatkan. Mengeluh adalah kegiatan sehari-hariku belakangan ini.
Meratapi hidup, meratapi nasib.
Seringkali lagi dan lagi mimpiku musnah seketika. Hanya
karena satu masalah yang sama sekali tak ku buat sendiri. Selama ini aku selalu bisa melihat indahnya
matahari senja, aku selalu bisa melihat indahnya semua lukisan Tuhan, aku
merasa normal seperti orang kebanyakan. Tak ada cacat pada fisikku. Tapi kenapa
pada saat tes itu, aku selalu tidak lolos. Dan hanya karena itu, semua rencana ku
hilang tak bersisa. Ini tak adil. Nilai – nilaiku bagus, IPK ku lumayan tinggi.
Aku juga selalu bisa menjawab dengan baik semua pertanyaan saat interview.
Hanya karena hal ini. Aku tak bisa melanjutkan mimpi – mimpiku.
Seperti
hari ini, aku hanya bisa menduga – duga apa yang akan aku rasakan, apakah
kebahagiaan ataukah lagi – lagi kekecewaan. Hari ini adalah keputusan aku
diterima atau tidak di suatu perusahaan
BUMN di Indonesia, hasil tes yang sudah ku jalani beberapa minggu lalu. Semoga
hasilnya sesuai dengan yang ku harapkan. Walaupun ada keraguan di hati ini,
tapi semoga saja... semua tes sudah ku lalui dengan baik, termasuk tes
kesehatan itu.
***
Hingga sore ini
menjelang, aku belum mendapat kabar yang ku tunggu. Apakah kali ini aku gagal
lagi? Sudah banyak perusahaan yang ku datangi, aku ikuti setiap tesnya, dan hasilnya selalu seperti
ini. Inginku berteriak. Biar dunia tahu kekecewaanku. Ini tak adil. Lagi – lagi kegagalanku. Lagi – lagi impiannku
lenyap seketika. Harapanku melebur bersama kesedihanku. Lagi – lagi seperti
ini.
Ah.. sudahlah..
“Mau kemana Raihan...”
tegur ibuku saat melihat aku sudah
berpakaian rapi dan siap untuk berangkat pergi.
“Mau bertemu
teman bu, biasalah masalah skripsi”
“Bukannya hari
ini keputusan kamu diterima atau tidak nak?” lagi – lagi pertanyaan ibu yang
selalu menanyakan hasil tesku
“Iya bu. Kalo
diterima nanti ada yang menelepon ke
nomor raihan, do’akan saja bu”
“Iya pasti ibu
do’akan, sudah makan nak ?”
“Sudah bu, raihan
berangkat dulu ya bu, assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumsalam..
hati – hati di jalan nak”
Ku ambil motor
di garasi rumah, ku hidupkan dan memulai perjalanan. Baru beberapa meter ku
lalui, aku merasa ada yang tidak beres dengan motorku. Ku hentikan laju motorku
dan menepi ke pinggiran jalan, ku lihat keadaan motor ku, dan benar saja ban
depan motorku kempes. Apes. Lagi – lagi aku mengeluh. Dimana aku bisa menemukan
bengkel, di jalanan besar seperti ini. Huh,,
“Mas, ada yang
bisa saya bantu??” tiba - tiba suara seseorang menghampiriku ketika aku sedang
mendorong motor mencari bengkel disekitar itu. Akupun berhenti. Ku lihat sosok
tubuh seorang pria yang sedang membawa motor di hadapanku. Sedikit aku
terperangah melihatnya, seakan tak percaya melihat sosoknya yang mampu
mengendarai sepeda motor yang terlihat sudah di modifikasi sesuai kebutuhannya.
Ku lihat tubuhnya, dia tidak mempunyai kaki, bukan satu, tapi kedua kakinya
cacat. Tubuhnya kurus, kulitnya menghitam karena sering terpapar sinar matahari.
Diapun tersenyum kepadaku.
“Ban saya bocor
mas, ada bengkel dimana ya mas?” tanyaku kepadanya
“Oh kebetulan
saya bekerja di bengkel mas, tidak jauh dari sini, kebetulan ini saya hendak
menuju kesana setelah sholat ashar di rumah, mas boleh mengikuti saya”
“Iya mas
terimakasih” ku ikuti kemana dia pergi sambil mendorong motorku. Ku pandangi
sosoknya dari belakang, ku perhatikan bagaimana dia bisa menjalankan motornya
tanpa mempunyai kaki yang utuh. Ku lihat baju yang dikenakannya terlihat lusuh,
mungkin karena sudah sering dipakai. Sampai akhirnya kami sampai di sebuah
bengkel kecil dengan beberapa pegawainya termasuk lelaki itu.
“Sudah sampai
mas, silahkan tunggu sebentar” ucapnya kepada ku
Tangannya di
jadikan sebagai penopang tubuh kecilnya dan sebagai pengganti kaki untuk
melangkah. Diapun mulai bekerja membenahi motorku, tak sedikitpun ku lihat dia
mengeluh dengan keadaannya. Dia seorang yang pintar dan mau bekerja keras
dengan segala kekurangannya. Dia bukan seorang
yang mempunyai fisik yang sempurna, tapi kini dia menolongku...
“Kenapa mas?
Aneh dengan keadaan saya ya?” ucapnya sambil tersenyum ke arahku, perkataannya
membuyarkan pikiranku, aku merasa tidak enak, memang sedari tadi aku memperhatikannya.
“Mmm saya hanya
kagum saja, apa mas benar – benar tegar dengan keadaan mas?” aku mencoba untuk
bertanya, semoga saja tidak menyinggungnya.
“Tidak apa – apa
mas, saya memang di lahirkan bertubuh pendek, di tambah saya mengalami
kecelakaan yang membuat kedua kaki saya harus di amputasi. Tapi saya tidak
ingin mengeluh dan di kasihani, saya selalu berfikir masih banyak orang di luar
sana yang tidak seberuntung saya, kemudian saya bisa bersyukur pada Alloh”
akupun menghela nafas mendengar ceritanya.
“Saya ini anak
pertama dalam keluarga” dia mulai melanjutkan ceritanya, “Saya harus bisa
menggantikan peran ayah saya yang sudah meninggal 5 tahun lalu. Saya memang
punya kekurangan mas, tidak seperti mas yang fisiknya sempurna dan
berpendidikan, tapi menurut saya itu semua tidak menjadi patokan kebahagiaan seseorang. Bahkan saya merasa
kasihan dengan orang yang mempunyai fisik yang utuh tapi masih saja tidak
bersyukur, merasa belum puas. Tapi saya,
saya bahagia dengan hidup saya, selalu bersyukur, optimis dan bekerja keras
mas, itu kuncinya”
Aku teringat
betapa aku tidak bersyukur atas apa yang sudah ku peroleh.. Sejak dokter
memvonisku menderita buta warna, aku merasa selalu ada penghalang menuju
kesuksesan. Dan kini, hati kecilku merasa tersindir dengan perkataannya.
“Tapi yang
namanya manusia, terkadang sulit mas untuk tidak mengeluh dan putus asa” kini
aku mencoba membela diri
“Coba lihatlah
matahari itu mas,, dia masih bersinar menyinari alam semesta, artinya Alloh
masih memberi kesempatan kita manusia di bumi ini untuk hidup. Untuk apa kita
sia – siakan hidup ini hanya dengan sesuatu yang tidak memberi manfaat untuk
kita. Jika Alloh mencabut semua yang Dia punya, maka tak ada lagi yang bisa
kita lakukan, semua tinggal penyesalan”
Aku tertegun,
perasaanku bercampur aduk, aku merasa seperti sedang di tampar keras yang
membuatku tersadar. Aku merasa dia sungguh orang yang baik, mungkin bukan
fisiknya, melainkan hatinya...
***
Malam ini tidak seperti malam biasanya.
Kini aku bahagia karena usahaku selama ini berbuah hasil. Tadi sore sepulang
bertemu taman, ada yang meneleponku. Dan intinya telepon itu memberitahukan
bahwa aku diterima di perusahaan itu. Mulai senin aku mulai bekerja. Tak sia –
sia aku menghafal tes ishihara yang selalu mengganjal langkahku. Kini akupun
teringat kejadian tadi sore, ingat pada mas – mas yang menolongku. Ingat
perjuangan hidupnya, ingat semangatnya.. hmm sungguh pelajaran hidup yang
berharga..